KOMIK KONTAN

Selasa, 10 Mei 2011

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Istilah kewajaran dan kelaziman usaha yang merupakan padanan istilah arm’s length principle (ALP), berkaitan erat dengan pemahaman kita atas transfer pricing (penentuan harga transfer), related party (hubungan istimewa), dan penghindaran pajak (tax avoidance). Semua istilah ini bisa kita temukan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan yang merupakan salah satu Pasal anti penghindaran pajak (anti tax avoidance rule).

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method) atau metode lainnya.

Sesuai dengan penjelasannya, maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, terdapat kemungkinan Wajib Pajak mengatur harga transaksi agar memperkecil penghasilan kena pajak. Untuk itu, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-undang PPh ini, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

Pengertian

PER-43/PJ/2010 memberikan pengertian Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm’s length principle/ALP) sebagai prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding

Dari pengertiam tersebut kita bisa memahami bahwa penerapan ALP dilakukan terhadap transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (related party). Dengan kata lain, apabila transaksi dilakukan dengan pihak yang tidak memiliki hubunggan istimewa, ALP tidak perlu dilakukan sebagaimana transaksi independen. Nah, pengertian dan definisi hubungan istimewa sendiri diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang PPN 1984. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-undang PPh, hubungan istimewa dianggap ada jika :

  1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
  2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Adapun jenis transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang dapat mengakibatkan pelaporan penghasilan dan pengurangan yang tidak sesuai dengan prinsip ALP antara lain :

  1. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud maupun barang tidak berwujud;
  2. sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud;
  3. penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa;
  4. alokasi biaya; dan
  5. penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.

Kewajiban Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Wajib Pajak yang melakukan transaksi-transaksi di atas dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa wajib untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
  2. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
  3. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
  4. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Namun demikian, atas transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui Rp 10 .000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi kewajiban melakukan langkah-langkah tersebut di atas, namun Wajib Pajak tetap diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Yang dimaksud dengan Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.

Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Wajib Pajak harus menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat atas transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Terdapat beberapa metode harga transfer yang diatur dalam PER-43/PJ/2010 ini, yaitu :

  1. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP), yaitu metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding
  2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar
  3. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
  4. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
  5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

Demikian gambaran singkat tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang harus diterapkan dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Tulisan berikutnya saya akan coba mendetailkan setiap langkap penerapan prinsip ini sesuai dengan PER-43/PJ/2010.

Tidak ada komentar:

Laman