KOMIK KONTAN

Selasa, 28 Juni 2011

Controlled Foreign Company (CFC)

Controlled Foreign Company (CFC)


Controlled Foreign Company (CFC) adalah perusahaan terkendali yang dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri yang berada di negara-negara yang mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali (tax haven country) yang dibentuk dengan maksud untuk menunda pengakuan penghasilan dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance).

Penghindaran pajak oleh Wajib Pajak dalam negeri ini dilakukan dengan mengalihkan penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC yang sengaja dibentuk di negara tax haven country. Agar tidak dikenakan pajak, laba dari perusahaan CFC ini tidak dibagikan kepada pemegang sahamnya, yaitu Wajib Pajak dalam negeri. Dengan kata lain, Wajib Pajak dalam negeri ini tidak meminta haknya atas laba yang diperoleh CFC.

Untuk mengantisipasi penghindaran pajak jenis ini, Undang-undang Pajak Penghasilan telah memuat ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2). Ketentuan ini sebagaimana, ketentuan lain dalam Pasal 18, adalah ketentuan anti penghindaran pajak (anti avoidance rule). Selengkapnya bunyi dari Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

* besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
* secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.

Nah, berdasarka ketentuan di atas, apabila ada Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki CFC, maka Menteri Keuangan dapat menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri tersebut sehingga tidak ada celah untuk menunda pengakuan laba agar tidak dikenakan pajak di Indonesia.

Sebagai peraturan pelaksanaan dari Pasal 18 Ayat (2) UU PPh ini, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek.

Peraturan Menteri Keuangan ini mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Yang Sahamnya Tidak Diperdagangkan Di Bursa Efek.

Kriteria Badan Usaha Luar Negeri

Tidak ada pasal khusus yang mengatur tentang kriteria atau definisi dari badan usaha luar negeri atau CFC dalam Peraturan Menkeu Nomor 256/PMK.03/2008. Namun demikian, Pasal 1 memberikan petunjuk tentang hal ini di mana terdapat frasa “penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek”

Dengan demikian, kriteria CFC ini hanyalah badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek. Artinya batas antara badan usaha luar negei yang merupakan CFC dan bukan hanya terletak pada apakah badan usaha tersebut menjual sahamnya di bursa efek atau tidak. Dengan ketentuan ini maka bisa saja sebenarnya Wajib Pajak dalam negeri yang tidak bermaksud untuk menghindari pajak dengan memiliki perusahaan di luar negeri dan tidak membagikan dividen dengan tujuan lain, dapat terkena dampak ketentuan ini sehingga dianggap mendapatkan dividen dari investasinya tersebut.

Hal yang berbeda diatur dalam ketentuan sebelumnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994. Dalam ketentuan ini diatur bahwa Badan usaha di luar negeri adalah badan usaha yang bertempat kedudukan di negara atau tempat seperti tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Perhatikan bahwa tambahan kriteria CFC dalam ketentuan ini adalah badan usaha yang berkedudukan atau bertempat di negara-negara yang sudah ditentukan.

Kriteria Wajib Pajak Dalam Negeri

Kriteria Wajib Pajak dalam negeri yang dianggap memperoleh dividen dari badan usaha di luar negeri adalah Wajib Pajak dalam negeri yang :

* memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau
* secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri.

Ketentuan tentang hal di atas diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008.

Saat Diperolehnya Dividen

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008, saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek adalah:

* pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau
* pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Besarnya Dividen

Besarnya dividen yang wajib dihitung sebagai penghasilan dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri memenuhi syarat dan memiliki penyertaan pada badan usaha di luar negeri yang memenuhi syarat adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang sebanding dengan penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.

Misal laba setelah pajak pada badan usaha di luar negeri adalah $1.000.000 dan besarnya penyertaan yang dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri adalah 50%, maka Wajib Pajak dalam negeri dianggap memperoleh dividen sebesar 50% x $1.000.000 sama dengan $500.000.

Tidak ada komentar:

Laman